www.edmonroyankalesaran.com

Jumat, 18 Juni 2010

Kebijakan Komunikasi Massa di Indonesia


Pandangan : Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tentang Pers Indonesia

Melihat dan memahami undang-undang yang mengatur tentang pers di Indonesia yang menjelaskan intinya adalah kebebasan pers atau kemerdekaan pers dalam mendukung opersionalisasi dilapangan, tentunya dapat kita pahami bersama dalam Undang-Undang Pers ini memiliki nilai posistif untuk kemajuan dan perkembangan pers Indonesia itu sediri. Mengapa demikian ? ini dikarenakan karena dalam undang-undang pers Indonesia tersebut diatur mengenai kebebasan pers itu sendiri baik lembaga jurnalistik maupun wartawan mengenai aturan-aturan atau pijakan-pijakan dalam mengolah lembaga media massa beserta para professional di bidang jurnalistik tersebut. Pernyataan ini ditandai oleh adanya kode etik yang diatur yaitu kode etik jurnalistik atau kode etik pers Indonesia.

Dengan aturan-aturan inilah yaitu Undang-undang Pers No. 40 Thn 1999 menjelaskan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin. Hal ini lah yang menjadi dasar dari Undang-undang tentang kebebasan pers ini.

Menjadi satu sisi positif bagi para pelaku pers/ jurnalistik di Indonesia, karena dengan berdasarkan undang-undang pers tersebut memberikan kebebasan atau keleluasan bagi para lembaga jurnalistik (media massa Indonesia) dan profesonal jurnalistik (wartawan) untuk berkreasi dalam upaya melakukan komunikasi dengan menggunakan media massa baik itu media massa cetak dan elektronik.

Melihat Perkembangan sekarang media massa elektronik dan cetak mengalami perkembangan yang begitu pesat, antara kedua media ini berlomba-lomba memberikan kreasi-kreasi berita yang baik untuk mendapatka renspons atau efek dari masyarakat sebagai komunikan. Setelah adanya undang-undang kebebasan pers ini maka seiring perkembangan jurnalistik yang bergitu pesat dan juga ditunjang dengan teknologi jurnalistik yang begitu maju. Maka di Indonesia mulai hadir bagitu banyak media massa baik cetak maupun elektronik. Hal ini ditandai oleh menculnya begitu banyak TV swasta di Indonesia. (RCTI, Trans Tv, Trans 7, Metro Tv, Tv One, Antv, Global Tv, Sctv dll) selain itu di daerah-daerah mulai muncul atau hadirnya tv-tv Lokal. (Bali Tv, Pasifik Tv Manado, Bandung Tv, dll). Dan untuk media cetak mulai banyak Koran-koran , majalah-majalah baru yang timbul dengan menyesuaikan kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi berita. Jadi bisa kita lihat perkembagan media massa di Indonesia sangat pesat setelah adanya aturan tentang kebebasan Pers yang berlaku di Indonesia.

PENGARUH POSITIF DAN NEAGTIF PERKEMBANGAN MEDIA MASSA

Di satu sisi terjadi perkembangan positif dalam sistem komunikasi Indonesia saat ini, masyarakat Indonesia bebas mendapatkan informasi yang mereka inginkan dalam menunjang kebutuhan masyarakat itu sendiri baik untuk kebutuhan pekerjaan, pendidikan, hiburan ataupun hal – hal lain dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun di satu sisi masyarakat Indonesia mendapatkan permasalahan pada konsumsi berita yang kadang-kadang tidak cocok dengan budaya Indonesia selain itu juga tanyangan-tanyangan berita atau hiburan yang belum sepantasnya dikonsumsi oleh kalangan anak-anak, hal ini bisa kita lihat dengan adanya tanyang live para penyanyi yang menggunakan pakaian yang agak seksi kadang-kadang menonjolkan aurat. Hal ini bisa menyebabkan atau berpengaruh pada rusaknya mental dan moral anak-anak bangsa. Mungkin tidak masalah bagi para orang dewasa namun permasalahan ini di alami oleh anak-anak, yang bisa kita contohkan hal ciuman di zaman tahun 80 an – 90 an masih di anggap tabuh atau risih kalau dilakukan di tempak banyak orang, namum saat ini di mall-mall atau ditempat-tampat umum lain kadang-kadang bisa kita temui hal-hal seperti itu di lakukan oleh anak-anak mudah. Hal ini adalah proses adopsi yang di lakukan atau dicontoh dari anak-anak barat atau gaya hidup barat. Proses adopsi ini dilakukan atau dilihat dari media massa yang ada saat ini. Jadi mungkin bisa kita simpulkan disini bahwa kebebasan pers dengan adanya Undang-undang kebebasan pers tersebut ada sisi positifnya maupun sisi negatifnya.

Saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi era teknologi maju, diantaranya melalui media massa televisi, radio, surat kabar, dimana informasi melalui media massa tersebut begitu deras mengalir dan cepat diterima oleh para penonton, pendengar, maupun pembacanya. Kuatnya pengaruh dari kegiatan komunikasi melalui media massa, menyulitkan kita untuk memilah-milah informasi mana yang sebaiknya diserap oleh pengguna media massa tersebut. Dalam hal ini yang paling banyak mendapat sorotan tajam dari masyarakat adalah media massa televisi melalui tayangan-tayangannya.

Seiring kiprah televisi yang semakin luas jangkauannya, serta tumbuhnya stasiun-stasiun TV baru, memungkinkan banyaknya sendi-sendi kehidupan yang berlaku dalam masyarakat seperti norma atau perilaku jadi ikut tergradasi. .Untuk mengantisipasi hal ini, maka dibentuk oleh pemerintah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang mengatur keberadaan TV atau radio publik dengan melihat dari segi isi (content) tayangan termasuk juga tentang frekuensinya, yang mana semua ini diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.

Masalahnya adalah, apakah media massa khususnya media elektronik dapat memenuhi harapan publiknya dengan isi (content) yang tepat atau cocok dengan lokalitas yang dimiliki daerah atau wilayah di mana media tersebut beroperasi. Sudah tentu untuk itu diperlukan ada-nya etika dalam menjalankan media komunikasi massa, dengan mengutamakan isi pesan yang memuat budaya daerah yang bersangkutan.

Dalam penggolongannya, radio dan televisi masuk dalam media komunikasi massa. Tetapi masing-masing punya sifat penyiaran yang sedikit berbeda. Radio bersifat audio (suara), sedangkan televisi bersifat audio-visual (suara-gambar). Dari segi penampilan, maka jelas di sini televisi punya keunggulan lebih dengan sifat penyiarannya yang audio¬visual itu dibanding dengan radio. Tetapi kekhawatiran akan tergesemya radio, dengan banyak bermunculannya stasiun televisi ternyata tidak perlu terjadi, karena masing-masing media ini dengan waktu siaran dan jenis siarannya mempunyai publiknya sendiri-sendiri.

Orang yang tidak sempat membaca surat kabar, tentu akan menyempatkan din menonton siaran berita di televisi pada malam hari, sambil duduk beristirahat di rumah berkumpul dengan keluarga. Sedangkan bagi mereka yang sedang belajar atau bekerja, agar tidak jenuh tentu lebih memilih ditemani lantunan lagu-lagu dengan selingan obrolan ringan dari para penyiar radio.

Jelas di sini masing-masing media massa tersebut punya publiknya sendiri, yang mana saat mendengar dan menontonnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dialami oleh publiknya tersebut.

Hal lain yang bisa menunjukkan bahwa radio tidak tergeser oleh televisi adalah mulai menjamumya stasiun-stasiun radio, tidak saja di kota-kota besar tetapi kini sudah sampai ke daerah-daerah. Kalau dulu stasiun radio di satu daerah hanya ada sekitar dua stasiun, tetapi kini benar-benar bisa dikatakan “bagai jamur tumbuh di musim hujan”, terlepas dari apakah stasiun tersebut sudah memiliki ijin siaran atau belum.

Seiring dengan banyaknya jumlah stasiun radio dan televisi yang bermunculan, kini timbul pula permasalahan baru yuitu bagaimana dengan isi dari pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa tersebut. Apakah layak untuk disiarkan? Mengingat dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa melalui pesan-pesan komunikasinya cukup besar.

Dampak komunikasi massa, selain positif juga negatif. Pengelola komuniksi massa dapat dipastikan tidak berniat untuk menyebarkan dampak negatif kepada khalayaknya. Yang diinginkan adalah dampak positif. Apabila terdapat dampak negatif, bisa dikatakan sebagai efek samping. Namun efek samping itu cukup membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat banyak”.

Secara garis besar fungsi komunikasi massa mcnurut Prof. Onong Uchjana Effendy hanya tiga, yakni: (1) menyiarkan informasi (to inform), (2) mendidik (to educate), (3) merighibur (to entertain). Tetapi ada para ahli yang menambah fungsi selain dari tiga fungsi tersebut, yaitu fungsi mempengaruhi (to influence), fungsi membimbing (to guide), dan fungsi men-geritik (to criticise). Fungsi yang terakhir ini adalah fungsi media massa dalam menjalankan perannya sebagai “social control” atau sebagai “filter”. Bahkan ada yang mengatakan sebagai “pengawas” atau “watchdog”. Hal ini mesti dilakukan demi menegakkan kebenaran dan keadilan.

Tetapi lagi-lagi dari tayangan-tayangan yang ada (khususnya media televisi), ternyata fungsi hiburan dan mempengaruhi lebih mendominasi daripada fungsi yang lainnya. Cobalah kita simak, banyak stasiun-stasiun televisi yang lupa pada jam tayang yang tepat untuk suatu acara tertentu. Acara musik memang bisa ditayangkan kapan saja, tetapi yang scring kita lihat adalah acara musik dengan penyanyi dan penari latar dengan pakaian yang jauh dari kesan sopan. Bahkan, malah sering kita lihat sang penari latar berpenampilan lebih seronok dibanding penyanyinya.

Nah, hal-hal seperti inilah yang membuat cukup banyak orang merasa prihatin. Kalau sudah begini, bukan decak kagum yang terlontar dari mulut kita (walaupun suara penyanyinya bagus), tapi malah mengurut dada sambil keluar ucapan “astaghfirullah”. Ini baru satu jenis acara, belum lagi jenis acara-acara yang lainnya, seperti film cerita, sinetron yang mutunya makin mencemaskan, infotain¬ment yang penuh dengan berita gossip atau bahkan lawakan-lawakan yang sepintas kelihatan lucu tapi banyak pesan pornografi di dalamnya dan rental sensualitas.

Yang lebih parah lagi acara tersebut ditayangkan pada siang dan petang hari bukan malam hari, di mana banyak anak-anak yang menonton televisi justru pada jam tersebut. Semua ini membuat orang berpikir dan bertanya, apakah memang harus demikian bila sebuah stasiun televisi ingin menarik pemirsanya. Tidak adakah cara lain yang lebih menunjukkan rasa tanggungjawab secara moral terhadap akibat yang ditimbulkan dari acara-acara tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Apalagi kita semua tahu bahwa salah satu ciri karakteristik dari komunikasi massa adalah penyampaiannya yang serempak. Artinya dalam waktu yang bersainaan secara serentak jutaan orang lerkena terpaan tayangan tersebut, dan sebagian pemirsanya adalah anak-anak. Bisa dibayangkan bagaimana pengaruh terpaan tersebut terhadap mereka.

Etika komunikasi massa Kalau berbicara tentang etika, yang terbayang oleh kita adalah kata sopan santun. Bila dikaitkan dengan komunikasi massa, maknanya menjadi bagaimana tata cara sopan santun diterapkan dalam penyiaran acara dari media komunikasi massa. Sebenarnya ada sopan santun itu dimiliki oleh semua orang, hanya kadang-kadang hal itu tertutup oleh kepentingan pribadi yang sulit untuk digeser, sehingga yang muncul lebih dominan adalah hal-hal yang lebih bermuatan komersil tanpa mau melihat sisi lainnya.

Jadi mungkin untuk lebih kedepan dilihat atau diaturlah aturan baku yang mengkin lebih menekan pada tanyangan atau berita-berita yang disampaikan oleh medie-media massa tersebut.

Demikian hasil analisa saya kiranya menjadi suatu masukan bagi pemerintah dan pers Indonesia. Terima Kasih

Edmon R. Kalesaran. Magister Ilmu Komunikasi. Fikom Unpad Bandung/Sept-08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar